Selasa, 17 Agustus 2010

Mewujudkan Tarakan Cyber City dengan Wajan Penggorengan

Tarakan menjadi Litlle Singapore atau sekalian menjadi The New Singapore, merupakan sebuah tujuan yang mulia dari kota ini. Cita-cita ini tentu saja bukan omong kosong belaka. Kota ini sedang berbenah untuk menuju kesana. Bagi yang jarang pulang ke kota ini, seperti saya, ketika kembali ke sini selalu saja ada yang berubah. Tentu saja yang berubah adalah wajah kotanya.

Kota ini semakin giat membangun berbagai bangunan fisiknya. Seakan-akan ingin menegaskan bahwa kota ini harus segera menjadi The New Singapore. Bangunan-bangunan tinggi semakin sering mengisi lahan-lahan di pulau ini. Ikon-ikon kota terus dibangun, begitu juga dengan taman kota.

Ada salah satu hal yang harus kita buat lagi agar The New Singapore itu bisa terwujud. Yaitu menjadikan kota ini sebagai Cyber City. Konsep Cyber City ini adalah sebuah kota yang didalamnya kita dengan mudah menemukan berbagai perangkat teknologi informasi dalam kegiatan rutin warganya. Biasanya, yang menjadi tolak ukur sebuah kota cyber adalah akses internet.

Sekarang, akses internet merupakan sebuah keharusan dari sebuah kota. Karena dengan internet kita akan mudah berkomunikasi dan mencari tahu hal-hal dari belahan dunia manapun. Dengan internet, kita akan memasuki sebuah dunia tanpa batas dan tanpa sekat. Tentu saja, kita harus bijak menggunakannya. Teknologi selalu saja bermata dua. Tergantung dari pemakainya.

Internet mulai berkembang di Tarakan sejak tahun 2000an. Waktu itu saya masih SMP. Dan masih sedikit warnet yang didirikan pada masa itu. Waktu itu harga sewa internet juga masih tinggi Rp 10.000,- per jam. Mahal banget kan ? Tapi seiring berjalannya waktu, jumlah warnet di Tarakan sekarang meningkat. Dan yang menyenangkan, harga sewa per jam nya juga diturunkan. Rata-rata sih Rp 5.000,- per jam. Lebih mahal sedikit daripada harga sewa di Makassar yang rata-rata berkisar Rp 4.000,- per jam kalo siang hari dan Rp 2.000,- per jam jika lewat tengah malam.

Area-area hotspot yang menghadirkan internet gratis pun mulai bermunculan. Diawali dari hadirnya fasilitas internet gratis di Taman Oval Ladang, para pengguna laptop di Tarakan bisa mengakses internet gratis sekaligus menikmati roti panggang dan jus alpukat di taman yang dibangun oleh pemerintah ini. Tidak hanya dinikmati oleh pengunjung taman, bahkan saya sempat mendengar, bisa dimanfaatkan juga oleh SMP dan SMA Muhammadiyah yang berada sekitar 100 meter dari taman itu dan beberapa rumah di kawasan Ladang.

Jujur, aku sangat iri banget dengan orang-orang yang tinggal di seputaran Ladang yang bisa menikmati akses internet gratis melalui laptopnya. Seandainya di kawasan Kampung Bugis, tempat aku tinggal juga tersedia. Wah alangkah bahagianya aku. Dan mungkin banyak warga yang menginginkan akses internet murah bahkan gratis hadir di rumahnya masing-masing. Tak lain tujuannya adalah agar bapak, ibu, anak, nenek, kakek, dan tetangga sekalipun bisa melek dengan teknologi.

Mungkinkah menghadirkan akses internet gratis di seantero Tarakan ?

Jawabannya. Sangat mungkin !

Beberapa tahun yang lalu mungkin saya masih bodoh dan tidak paham dengan internet. Namun seiring berjalannya waktu, melalui membaca buku-buku dan literatur di internet, saya sedikit mengetahui pengaplikasian teknologi wireless untuk mengakses internet dengan murah. Bahkan gratis !

Mungkin tak akan terbayang di benak kita, kalau dengan sebuah wajan penggorengan yang biasa digunakan oleh ibu-ibu untuk memasak dapat digunakan untuk mengakses internet. Tapi percayalah, hal itu bisa dilakukan. Tujuan penggunaan wajan ini adalah untuk meminimalkan biaya yang digunakan untuk membeli antena parabola agar bisa terkoneksi dengan internet. Harga sebuah antena parabola untuk mengakses internet bisa mencapai jutaan rupiah. Namun dengan wajan penggorengan ini, harga bisa ditekan hingga Rp 300 ribu saja. Tentu saja ini solusi yang murah. Bahkan sangat murah.

Wajan ini dipasang di rumah warga yang ingin mengakses internet dan diarahkan ke menara-menara akses point yang menyediakan akses internet (seperti menara akses point di depan Kantor Camat Tarakan Tengah di Ladang). Sebenarnya wajan ini berguna untuk memperkuat tangkapan sinyal internet yang dipancarkan oleh akses point. Fungsinya tak jauh beda dengan perangkat WiFi di laptop. Kalau perangkat WiFi biasa, hanya bisa menjangkau jarak 100-200 meter saja. Namun dengan perangkat wajan yang sudah dimodifikasi ini, bisa mencapai jangkauan hingga 4 KM. Tentu saja jarak ini tergantung kondisi lingkungan sekitar. Misalnya adanya gunung atau pohon penghalang.

Lantas apa hubungan dengan terwujudnya konsep “Tarakan Cyber City” ?

Nah, disinilah perlunya dukungan pemerintah bersama pihak swasta (dalam hal ini provider internet) untuk menghadirkan menara-menara akses point yang tersebar merata di seluruh kota. Dengan pengaplikasian “internet wajan” ini, kita bisa memaksimalkan jarak antara satu akses point dengan akses point yang lain. Yang biasanya harus berjarak 300 meter, bisa dimaksimalkan menjadi 5 kilometer. Sehingga bisa mencakup seluruh wilayah kota Tarakan.

Rasanya belum ada kota di Indonesia yang bisa memberikan akses internet wireless melalui perangkat WiFi ke warganya secara menyeluruh dalam satu kota. Mungkin karena kota-kota tersebut sangat luas (seperti Jakarta, Surabaya, Makassar) sehingga dibutuhkan biaya yang besar. Nah, Tarakan kan ga seberapa luasnya. Kalau saja hal ini bisa diterapkan, maka gelar “Kota Cyber Pertama di Indonesia” bisa disandang oleh kota tercinta kita ini.

Ya, mudahan artikel ini bisa dibaca oleh Pak Walikota. Dan tidak hanya di baca saja, tapi langsung diaplikasikan. Sehingga ketika nanti saya pulang kampung ke Tarakan, dan menghidupkan laptop saya, “trinngg !” akses internet wireless langsung terdeteksi. Mudah-mudahan..


Sumber :
Fadli Wilihandarwo
http://www.wilihandarwo.com/2007/08/15/mewujudkan-tarakan-cyber-city-dengan-wajan-penggorengan/
15 Agustus 2007

Tidak ada komentar:

Posting Komentar